Tuesday, April 17, 2007

Rumus Ekonomi Y = C + I

Seseorang mengirimkan email kepada saya, mengeluhkan bahwa setiap bulannya tidak dapat berinvestasi. Beliau merasa bahwa yang diperlukan pada saat ini adalah peningkatan pendapatan. Setelah pendapatan meningkat, baru bisa berinvestasi. Saya membalas dengan menerangkan bahwa solusi yang lebih tepat adalah dengan mengendalikan pengeluaran, atau menekan konsumsi.
Balasan email yang saya dapat cukup mengejutkan. Orang tadi mengatakan bahwa setelah membaca penjelasan dari saya, beliau teringat dengan satu buah rumus ekonomi:
Y = C + I
Berikut adalah penjelasan dari beliau:Y=PendapatanC=KonsumsiI=InvestasiJadi kesimpulannya investasi adalah SISA dari kelebihan pendapatan yang tidak dikonsumsi.
Sehabis membaca penjelasan tersebut, saya hanya bisa tertawa kecil. Bagaimana mungkin Anda bisa menabung dengan pola pikir seperti itu?
Sebagai contoh kita katakan saja bahwa tiap tanggal 30 Anda menerima gaji. Pada tanggal 30 April 2007, Anda menerima secara penuh gaji Anda sebesar Rp. 5.000.000,-. Gaji ini Anda gunakan untuk keperluan konsumsi Anda. Pada tanggal 29 Mei 2007 (pas satu hari sebelum Anda menerima gaji berikutnya), saya datang bertanya “Berapa sih sisa gaji Anda yang bisa diinvestasikan untuk bulan ini?”. Kira-kira angka berapakah yang menjadi jawaban Anda?
Berdasarkan ilmu pengelolaan keuangan pribadi, Anda harus dapat menyimpan setidaknya 10% dari total pendapatan Anda. Jadi dalam kasus ini, Anda harus memiliki Rp. 500.000,- sisa uang di akhir bulan untuk diinvestasikan. Dapatkah Anda melakukannya? Hanya 1 dari setiap 10 orang yang dapat melakukan hal ini. Apabila Anda dapat melakukannya, maka SELAMAT! Anda sudah menguasai teknik dasar pengelolaan keuangan pribadi. Anda adalah cikal bakal orang kaya.
Di sisi lain, jawaban dari kebanyakan orang adalah nol. Seluruh pendapatan sudah dihabiskan untuk konsumsi. Dengan kata lain, tidak ada sisa untuk diinvestasikan. Malah dengan gaya hidup sekarang, saldo akhir bulan cenderung minus. Mengapa bisa begitu? Sebab jumlah tagihan kartu kredit yang belum terbayar semakin membengkak. Besar pasak daripada tiang.
Dimana letak permasalahannya? Kesalahan yang paling fatal disini adalah mendahulukan konsumsi. Biasanya orang yang diberi jatah uang untuk konsumsi, maka orang tersebut cenderung akan menghabiskan seluruh uangnya. Tidak ada sisa. Jadi kalau kita mengatakan bahwa “investasi adalah sisa pendapatan setelah konsumsi”, artinya tidak ada jatah uang lagi untuk investasi. Pada akhir bulan Anda akan melihat isi kocek Anda yang sudah nyaris kosong dan mengatakan “ah, bulan depan saja saya mulai berinvestasi”. Dan begitu juga yang akan terjadi pada bulan-bulan berikutnya.
Rumus diatas mungkin bisa berlaku dalam ekonomi makro. Namun bisa Anda ingin mengimplementasikannya ke dalam keuangan pribadi Anda, rumusnya harus diubah menjadi:
Y = I + C
Jadi, setelah menerima pendapatan, gunakanlah terlebih dahulu untuk berinvestasi, sisanya baru digunakan untuk konsumsi.
Untuk kasus yang sama dengan diatas. Setelah menerima gaji sebesar Rp. 5.000.000,- pada tanggal 30 April 2007, segeralah transfer uang sebesar Rp. 500.000,- ke rekening khusus tabungan. Kalau bisa jangan sampai lebih dari tanggal 5 Mei (jangan lebih dari seminggu). Uang pada rekening khusus tabungan ini tidak boleh digunakan kecuali dalam kondisi darurat. Nah, jadi uang yang boleh dibelanjakan pada bulan itu hanya tinggal Rp. 4.500.000,-. Dengan cara seperti ini, Anda pasti berinvestasi Rp. 500.000,- setiap bulannya.

ingin, mengetahui lebih dalam mengenai keuangan pribadi? klik disini

Shopping Hemat

Memilih tempat belanja yang tepat boleh jadi adalah langkah pertama untuk hemat berbelanja. Tapi bukan hanya faktor tempat saja yang bisa mempengaruhi hemat atau tidaknya shopping kita. Terkadang pemilihan waktu yang tepat untuk belanja juga bisa menjadi faktor yang menentukan.
Oke, sekarang kita bicarakan satu persatu bagaimana pemilihan tempat dan penetuan waktu belanja bisa ikut menentukan seberapa hemat Anda berbelanja.
Tempat
Kalau saya ditanya dimanakah tempat yang paling hemat untuk belanja, saya tentunya akan menjawab, belanja di pabriknya langsung. Tapi sayangnya, hampir tidak mungkin belanja langsung ke pabriknya dan mendapatkan “harga pabrik” karena bagi pabrik hal itu tentunya tidak efisien untuk melayani setiap konsumennya di pabrik.
Kalau begitu, cari tempat yang sedekat mungkin dengan pabriknya atau produsennya. Biasanya, semakin dekat dengan produsen akan semakin murah. Dekat disini tentunya bukan berarti jaraknya yang dekat, melainkan jalur distribusinya yang dekat. Dalam arti harga di agen atau toko grosir pasti lebih murah daripada harga di toko, dan harga di toko biasanya juga lebih murah dari harga di pengecer.
Tapi rumusan ini tidak selamanya bisa dipakai. Karena terkadang ada juga tempat belanja yang bisa dapat barang langsung dari pabriknya tapi bisa lebih mahal daripada toko yang harus beli melalui agen. Hal ini tergantung dengan efisiensi di toko tersebut. Semakin efisien suatu toko, semakin sedikit juga ia mengambil untung. Contohnya adalah toko di pasar tradisional yang terkadang bisa lebih murah dari pada toko grosir. Apalagi kalau pintar menawar, bisa beruntung dapat setengah harga dari yang ditawarkan.
Satu lagi tempat belanja yang bisa lebih murah dari yang lainnya adalah kawasan belanja yang menjadi pusat penjualan suatu produk tertentu. Misalnya pasar Tanah Abang untuk produk garment dan tekstil, dan kawasan Glodok untuk barang-barang elektronik. Sedangkan untuk mendapatkan handphone dengan harga miring, kita bisa datang ke Roxi sebagai pusat penjualan handphone. Pusat penjualan ini bisa menawarkan harga yang lebih murah karena bisa dikatakan sebagian besar pedagang berkumpul disana. Karena banyak pedagang, mau tidak mau mereka akan menetapkan harga semurah mungkin agar bisa bersaing dengan pedagang lainnya.
Waktu
Walaupun sudah dapat ke tempat yang hemat untuk belanja, bukan jaminan bahwa kita bisa benar-benar berhemat dengan kantong belanjaan kita. Karena walaupun tempat belanjanya sudah menawarkan harga yang murah, tapi kalau kita mudah tergoda untuk belanja di luar keperluan, maka belanja kita sudah tidak bisa lagi dibilang hemat.
Karena terkadang, bukan hanya tempat yang menentukan hemat atau tidaknya belanja kita. Selain faktor tempat, faktor waktu juga ternyata berperan dalam upaya penghematan. Kalau belanja di waktu yang tepat, kita mungkin bisa dapat barang yang berkualitas dengan harga miring. Tapi kalau belanja di waktu yang tidak tepat, bisa jadi bukannya hemat yang didapat malah boros yang terjadi.
Untuk menentukan waktu yang tepat untuk belanja barang-barang tertentu, terkadang kita harus tahu musimnya. Contoh sederhana adalah ketika ingin membeli buah-buahan, produk ini harganya naik atau turun seiring dengan musimnya. Kalau Anda ingin membeli buah-buahan untuk di rumah, pilihlah buah-buah yang sedang musim. Biasanya pusat perbelanjaan atau toko menawarkan harga khusus untuk buah yang sedang musimnya.
Beda halnya dengan membeli pakaian. Untuk membeli pakaian, justru hal sebaliknya yang terjadi. Jangan ikuti musim. Pakaian justru didiskon ketika musimnya sudah lewat. Hal ini mungkin terlihat jelas di negara dengan 4 musim. Disana, pakaian hangat diobral habis jika musim dingin sudah berlalu. Dan pakaian musim dingin pun didiskon besar-besaran begitu salju sudah mencair.
Bagaimana dengan di Indonesia? Walau tidak seekstrim itu, tapi prinsipnya sama saja. Mungkin bukan musim dalam arti cuaca yang mempengaruhi tapi musim dalam arti mode. Ada kebijakan tertentu dari toko pakaian untuk mendiskon jenis pakaian tertentu karena sudah mulai ketinggalan mode. Padahal, mode bagi sebagian masyarakat adalah nomor tiga ketika membeli pakaian. Nomor satunya adalah harga, dan nomor duanya adalah kualitas.
Ada satu kebiasaan dari pedagang yang unik yang bisa kita manfaatkan untuk mendapatkan barang bagus dengan harga murah. Yaitu kebiasaan untuk memberi penglaris dan penghabis untuk barang-barang yang bisa ditawar. Biasanya pedagang memberikan diskon khusus untuk konsumen mereka di pagi hari sebagai penglaris. Dan mereka juga terkadang memberikan diskon khusus untuk yang pembeli terakhir yang menghabiskan barang dagangannya di hari itu. Tapi ingat, hal ini cuma berlaku untuk produk yang cepat rusak dan dijual harian seperti bahan makanan, sayuran dan kue basah.
Kalau ada waktu yang baik untuk belanja tentunya juga ada waktu yang buruk untuk belanja. Misalnya ketika lapar, hindari belanja ketika lapar. Karena rasa lapar akan menambah napsu belanja, terutama belanja produk makanan. Hindari juga belanja ketika bosan atau sedih. Karena kalau Anda bosan atau sedih, kemudian menjadikan belanja sebagai jalan keluar, biasanya Anda akan lebih banyak cuci mata dan window shopping. Dan hal ini bisa mendorong untuk belanja diluar kebutuhan.
Begitu juga kalau suasananya sedang tidak enak seperti kecapekan, kepanasan atau kedinginan. Karena kondisi tubuh yang tidak fit bisa membuat Anda tidak tenang belanja dan ingin segera pulang. Akhirnya Anda pun terburu-buru dan malas untuk menawar untuk memilih harga yang lebih murah. Inginnya transaksi cepat seleai dan segera pulang. Alhasil, masalah harga pun luput dari perhatian.

Ahmad GozaliDikutip dari Majalah Alia